Pendahuluan
Seiring dengan berkembangnya zaman, banyak bisnis atau usaha berkembang dengan sangat pesat. Pada dasarnya bisnis atau usaha yang berkembang pada saat ini dilatar belakangi oleh keinginan masyarakat untuk menigkatkan taraf hidup mereka secara ekonomi.
Pada dasarnya suatu bisnis atau usaha harus memenuhi kriteria agar dapat beroperasi, baik kriteria secara tertulis ( peraturan atau syarat yang berlaku) maupun tidak tertulis ( secara normatif). Tetapi sayangnya pada era yang sangat maju ini banyak bisni atau usaha yang mementingkan keuntungan semata tanpa memperhatikan segi-segi etika yang mempengaruhi pihak lain. Tentu saja hal semacam ini akan sangat membahayakan bagi para konsumen.
Ketatnya persaingan usaha, banyak perusahaan yang mengabaikan kualitas keamanan, kesehatan bahkan keselamatan bagi para konsumennya. Dari beberapa kasus yang terjadi belakangan ini, terdapat beberapa kasus yang menurut kami sangat tidak bermoral, salah satunya adalah kenaikan harga tarif penerbangan tujuan Sumatera Barat setelah peristiwa gempa di daerah itu.
Pada makalah ini, kami mencoba membahas salah satu contoh kasus diatas dan mengomentarinya dari sudut pandang etika bisnis. Kami berharap dengan dibahasnya contoh kasusnya dapat menjadi renungan dan bahan pemikiran kita bersama, betapa pentingnya elemen yang bernama etika dalam kegiatan bisnis dan usaha.
Landasan Teori
Etika bisnis merupakan etika yang berlaku dalam kelompok para pelaku bisnis dan semua pihak yang terkait dengan eksistensi korporasi termasuk dengan para competitor. Etika itu sendiri merupakan dasar moral, yaitu nilai-nilai mengenai apa yang baik dan buruk serta berhubungan dengan hak dan kewajiban moral.
Dalam etika bisnisberlaku prinsip-prinsip yang seharusnya dipatuhi oleh para pelaku bisnis. Prinsip dimaksud adalah :
1. Prinsip otonomi, yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan yang diambil.
2. Prinsip kejujuran, bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (missal, kejujuran dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain).
3. Prinsip keadilan, bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.
4. Prinsip saling menguntungkan, agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif.
5. Prinsip integritas moral, prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.
Penerapan etika bisnis sangat penting terutama dalam menghadapi era pasar bebas dimana prusahaan-perusahaan harus dapat bersaing berhadapan dengan kekuatan perusahaan asing. Perusahaan asing ini biasanya memiliki kerkuatan yang lebih terutama mengenai bidang SDM , Manajemen, Modal dan Teknologi.
Apa yang diungkapkan diatas adalah tidak benar karena dalam bisnis yang dipertaruhkan bukan hanya uang dan barang saja melainkan juga diri dan nama baik perusahaan serta nasib masyarakat sebagai konsumen. Perilaku bisnis berdasarkan etika perlu diterapkan meskipun tidak menjamin berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, akan tetapi setidaknya akan menjadi rambu-rambu pengaman apabila terjadi pelanggaran etika yang menyebabkan timbulnya kerugian bagi pihak lain.
Masalah pelanggaran etika sering muncul antara lain seperti, dalam hal mendapatkan ide usaha, memperoleh modal, melaksanakan proses produksi, pemasaran produk, pembayaraan pajak, pembagian keuntungan, penentuan mutu, penentuan harga, pembajakan tenaga professional, blow-up proposal proyek, penguasaan pangsa pasar dalam satu tangan, persengkokolan, mengumumkan propektis yang tidak benar, penekanan upah buruh dibawah standard, insider traiding dan sebagainya. Ketidaketisan perilaku berbisnis dapat dilihat hasilnya, apabila merusak atau merugikan pihak lain. Biasanya factor keuntungan merupakan hal yang mendorong terjadinya perilaku tidak etis dalam berbisnis.
Suatu perusahaan akan berhasil bukan hanya berlandaskan moral dan manajemen yang baik saja, tetapi juga harus memiliki etika bisnis yang baik. Perusahaan harus mampu melayani kepentingan berbagai pihak yang terkait. Ia harus dapat mempertahankan mutu serta dapat memenuhi permintaan pasar yang sesuai dengan apa yang dianggap baik dan diterima masyarakat. Dalam proses bebas dimana terdapat barang dan jasa yang ditawarkan secara kompetitif akan banyak pilihan bagi konsumen, sehingga apabila perusahaan kurang berhati-hati akan kehilangan konsumennya.
Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis sering juga terjadi karena peluang-peluang yang diberikan oleh perturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalah gunakan dalam penerapan dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar etika bisnis.
Contoh Kasus
Medan- Sejumlah loket maskapai penerbangan di Bandara Polonia,
Tragisnya, pihak penerbangan dan oknum calo memanfaatkan situasi ini untuk mengeruk keuntungan pribadi di tengah keterbatasan tiket yang tersedia. Pengamatan detikcom, jumat (2/10/2009) calon penumpang yang rela mengantri sejak pagi makin mengeluh karena sulitnya mendapatkan tiket. Kekesalan penumpang diperparah dengan kenaikkan harga tiket secara tiba-tiba yang diberlakukan oleh sejumlah maskapai penerbangan tujuan
Hari biasa harga tiket dari
Keterbatasan tiket yang tersedia juga dimanfaatkan sejumlah calo yang berkeliaran di Bandara Polonia
Komentar Kelompok
Menurut kami, kenaikan harga tiket pesawat untuk tujuan
Meskipun dalam contoh kasus yang menjadi pelaku utama kenaikan harga adalah calo, namun bukan tidak mungkin hal ini juga dipicu oleh pihak maskapai penerbangan yang mempunyai peran penting dalam pendistribusian tiket. Misalnya selain di Medan, pada interval waktu yang tidak begitu lama, terjadi penumpukan penumpang pesawat terbang di bandara Soekarno-Hatta, dikarenakan para penumpang yang hendak menjenguk ataupun mencari kabar sanak saudaranya di Sumatera Barat tidak jadi berangkat dikarenakan harga tiket yang tiba-tiba melonjak.
Namun, kita patut memuji peran pemerintah yang cepat tamggap terhapap masalah memalukan ini. Pemerintah langsung sigap melakukan inspeksi ke bandara-bandara dan kantor-kantor maskapai penerbangan yang disinyalir melakukan praktik menaikkan harga tiket ke Sumatera Barat. Bahkan, wapres Jusuf Kalla mengancam akan menghentikan operasi maskapai-maskapai yang dianggap ‘nakal’.
Jelas tindakan menaikkan harga tiket angkutan ke daerah yang terkena bencana merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dan etika. Semoga peristiwa ini dapat menjadi renungan bagi kita bersama betapa pentingnya elemen etika dan moral dalam kegiatan usaha dan bisnis agar tidak merugikan pihak-pihak lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar